BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sosiologi
Pendidikan adalah merupakan kajian sosiologi yang menekankan implikasi dan
akibat sosial dari pendidikan dan memandang masalah-masalah pendidikan dari
sudut totalitas. Lingkup sosial kebuadayaan, politik, dan ekonomisnya bagi
masayarakat. Apabila psikologi pendidikan memandang psikologi pendidikan
memandang dari konteks perilaku dan perekembangan pribadi., sosiologi
pendidikan memeandang gejala pendidikan sebagai bagian dari struktur sosial
mastayarakat. Dilihat dari objek pendidikannnya , sosioogi pendidikan merupakan
bagian dari ilmu sosial, terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara
umum juga merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial.
Dari
definisi di atas, penulis menyajikan makalah yang berjudul Peran dan
Kepribadian Guru, Keluarga, Sekolah,dan Masyarakat. Beriisikan tugas dan peran
guru dalam proses belajar mengajar di sekolah, keluarga dan
pendidikan,masyarakat dan pendidikan, sekolah dan masyarakat, masyarakat
sebagai sumber pendidikan serta linkungan dan pendidikan.
BAB
II
PERAN
DAN KEPRIBADIAN GURU, KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT
A. TUGAS
DAN PERANAN GURU DALAM PROSES (BELAJAR-MENGAJAR) DI SEKOLAH
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan
(status). Apabila seorang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukanya, dia menjalankan suatu
peranan. Pembeda antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu bergantung yang
lain, dan sebaliknya. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga
mempunyai dua arti. setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal
dari pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia
mengatur prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas tertentu
dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan dapat
menyesuaikan prilaku sendiri dengan prilaku orang-orang sekelompoknya. Hubungan
seseorang yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antar peranan
individudalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku.
Misalnya norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki apabila berjalan
dengan seorang wanita, harus disebelah luar.[1][1]
Peranan mungkin mencakup tiga hal
berikut:
1. Peranan meliputi norma-norma yang
dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam
arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan merupakan suatu konsep
tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai
prilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.[2][2]
Peranan
guru disekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai
pengajar dan pendidik serta sebagai pegawai. Yang paling utama ialah
kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan
kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru
menurut harapan masyarakat. Guru sebagai Pembina dan pendidik generasi muda
harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah.
Penyimpangan
daari tingkahlaku yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih
tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti
berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi, namun jikalau guru melakukannya maka
penyimpangan ini dianggap sebagai permasalahan yang sangat serius. Guru yang
berbuat demikian akan dapat merusak anak-anak muridnya yang dipercayakan
kepadanya. Orang yang kurang bermoral dianggap tidak akan mungkin menghasilkan
anak didik yang mempunyai etika tinggi.
Sebaliknya,
harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru.
Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi
guru-guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi social
di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi apabila guru menginternalisasi
norma-norma yang umum bagi semua guru di suatu Negara, ada pula yang ditentukan
oleh norma-norma yang khas yang berlaku di daerah tertentu menurut
adat-istiadat yang terdapat di lingkungan tersebut.[3][3]
Tugas dan
peranan guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangat kompleks, tidak
terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas. Guru juga
bertugas sebagai administator, evaluator, konselor, dan lain-lain sesuai dengan
sepuluh kompetensi(kemampuan) yang di milkinya. Menurut James B. Brow seperti
yang di kutip oleh Sardiman A.M. (1990:142), mengemukakan bahwa tugas dan peran
guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan
dan memepersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan
siswa.
Tugas guru
dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis dan tugas administrasi.
Tugas paedagogis adalah tugas membantu, membimbing dan memimpin.(Moh. Rifai,
1989:135) mengatakan bahwa:
Di dalam
situasi pengajaran, gurulah yang memimpin dan bertanggung jawab penuh atas
kepemimpinan yang di lakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-instruksi dan
tidak berdiri di bawah intsruksi manusia lain kecuali dirinya sendiri, setelah
masuk dalam situasi kelas.
Jadi
setelah masuk kelas tugas guru adalah sebagai pemimpin dan bukan semata-mata
mengontrol atau mengkritik.
Untuk
dapat mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki
kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:
1. Menguasai bahan,meliputi:
2. Mengelola program belajar mengajar,
meliputi
3. Mengelola kelas, meliputi;
4. Penggunaan media, meliputi:
5. Menguasai landasan-landasan
pendidikan.
6. Mengelola interaksi-interaksi
belajar mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk
kepentingan perjalanan.
8. Mengenal fungsi layanan bimbingan
dan penyuluhandi sekolah, meliputi:
9. Mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.(Depdikbud, 1984/1985: 25-26).
Sepuluh
kompetensi tersebut secara operasional akan mencerminkan fungsi dan peranan
guru dalam mengajar anak didik. Melalui
pengembangan kompetensi profesi, di usahakan agar penguasaan akademis dapat
terpadu secara serasi dengan kemampuan mengajar. Hal ini perlu karena seorang
guru di harapkan mampu mengambil keputusan secara profesional dalam
melaksanakan tugasnya yaitu keputusan yang mengandung wibawa akademis dan
praktis secara kependidikan.
Selain
kompetensi profesional, seorang guru juga di tuntut memiliki dua kompetensi
lain yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi kemasyarakatan (sosial). (Dirto H.
Dkk, 1983:21) sikap pribadi yang di jiwai oleh filsafat pancasila, yang akan
mengagungkan budaya bangsanya, yang rela berkorban bagi klestarian bangsa dan
negaranya termasuk dalam kompetensi pribadi. Sedangkan kompetensi
kemasyarakatan adalah kemampuan guru dalam membina dan mengembangkan interaksi
sosial baik sebagai tenaga profesional maupun sebagai warga masyarakat(Sutan
Zanbi Arbi, 1992/19993:133).
Mengenai
tugas guru dalam pengelolaan pengajaran dalam buku petunjuk pelaksanaan proses
belajar mengajar kurikulum 1984 pendidikan kejuruan di sebutkan sebagai
berikut:
1) Membuat program pengajaran.
2) Mengorganisasi kelas dan siswa.
3) Menggunakan sarana dan lingkungan
sebagai sumber belajar
Sementara itu Tim Proyek Peningkatan
dan Pengembangan Guru, seperti dikutip Hadari Nawawi, merumuskan tugas guru
dalam pengelolaan pengajaran sebagi berikut:
1) Merumuskan tujuan instruksional.
2) Mengenal dan dapat menggunakan
metode mengajar.
3) Mampu memilih, menyusun dan
menggunakan prosedur instruksionalyang relevan dengan materi dan murid.
4) Mampu melaksanakan program belajar
mengajar yang dinamis.
5) Mengenal dan memahami kemampuan anak
didik.
6) Mampu merencanakan dan melaksanakan
program remedial (Hadari Nawawi,1982:124)
Ahli lain
yang mengemukaakan pendapat tentang tugas mengajar guru adalah Ad. Rovijakers
(1989:9) yang dikutip oleh Muhammad Ali, yang mengemukakan bahwa tugas guru
dalam mengajar meliputi: mengurutkan bahan, memilih masalah pokok dan tambahan,
memilih alat peraga, cara menyajikan bahan dan mengukur kemampuan murid
menerima bahan.[4][4]
B. KELUARGA
DAN PENDIDIKAN
Keluarga
adalah unit atau satuan masyarakat yang terkecil sekaligus merupakan suatu
kelompok kecil dalam masyarakat. Keluarga ini, dalam hubunganya dengan
pendidikan sering dikenal dengan sebutan primary
group. Keluarga inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam
bentuk kepribadian dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebenarnya
keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan
saja. Banyak hal-hal mengenai kepribadian yang dapat ditelusuri dari keluarga,
yang pada saat sekarang ini sering dilupakan masyarakat. Perkembangan
intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu sering kali dilepaskan
bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering
menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan norma dan nilai. Keluarga
sudah sering kali terlihat kehilangan perananya. Oleh kareana itu, apabila
bijaksana dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dalam proporsi yang
sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Biasanya keluarga terdiri dari
suami, istri dan anak-anaknya.
Anak-anak
inilah yang nantinya berkembang dan mulai bisa melihat dan mengenal arti diri
sendiri dan kemudian belajar melalui pengenalan itu. Individu-individu tersebut
adalah keluarganya yang memelihara cara pandang dan cara menghadapi
masalah-masalahnya, membinanya dengan cara menelusuri dan meramalkan hari
esoknya, mempersiapkan pendidikan, ketrampilan, dan budi pekertinya.
Keluarga
sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara
langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung
secara individual di masyarakat.
a.
Keluarga hendaknya selalu menjaga
dan memperhatikan cara pandang individu terhadap kebutuhan-kebutuhan pokoknya,
baik itu yang bersifat organik maupun yang bersifat psikologis.
b. Mempersiapkan segala sesuatu yang
ada hubungannya langsung maupun tidak langsung dengan pendidikannya. Artinya,
keluargalah yang mempunyai tanggung jawab moral pada usaha mengupayakan
pendidikan dan menjadikan individu menjadi orang yang terdidik.
c.
Membina individu dengan cara
mengemati garis kecenderungan individu.
d. Keluarga adalah model dalam
masyarakat yang menjadi acuan yang baik untuk ditiru yang juga menjadi
kebanggaan masyarakat setempat.[5][5]
Sedangkan
Menurut Oemar Hamalik, Keluarga merupakan suatu institusi kebudayaan yang
bersifat universal dan telah ada sejak masa lampau. Sebuah keluarga terbentuk
berdasarkan hubungan keturunan, hubungan darah, atau melalui proses perkawinan.
Di
Indonesia, sampai sekarang keluarga masih dianggap sebagai institusi sosial
yang memegang peran dominan dalam masyarakat. Meskipun demikian, berat kemajuan
pendidikan dan pengaruh teknologi, terutama dikota-kota besar maka telah muncul
gejala perubahan fungsi keluarga.
Keluarga,
pada hakikatnya merupakan suatu lembaga sosial yang timbul sebagai manifestasi
kebudayaan. Pola-pola kebudayaan kita memanifestasikan bentuk keluarga yang
sesuai dengan adat istiadat, nilai-nilai, cara berpikir, sikap dan kebiasaan
yang ada dalam masyarakat kita sendiri. Oleh karena itu, tidaklah heran jika di
berbagai daerah di Indonesia terdapat bermacam-macam karakteristik keluarga.
Ciri khas
manusia adalah kemampuannya dalam mendidik dan di didik melalui aktivitas
pendidikan. Dalam masyarakat, unsur pendidikan dan kebudayaaan merupakan dua
hal yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Pendidikan adalah aktivitas
dari kebudayaan dan merupakan aktivitas pembudaya, di sisi lain kebudayaan
menjelmakan aktivitas, sistem dan struktur pendidikan. Oleh karena itu, baik
masyarakat tradisional maupun modern selalu mengandung unsur pendidikan yang
berusaha memperkenalkan dan membawa masyarakat ke arah kebudayaannya.
Pendidikan menjadi suatu instrumen untuk mentransmisikan kebudayaan kepada
masyarakat dan generasi baru. Selain itu, pendidikan juga bersifat mengawetkan
kebudayaan, sehingga dapat membuat anak-anak menjadi manusia yang berbudaya.
Itu
sebabnya, hasil pendidikan merupakan pola-pola kelakuan masyarakat yang
menggambarkan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Di balik itu, sistem
pendidikan harus di dasarkan atas kebudayaan masyarakat. Pengalihan pola
tingkah laku yang mengandung unsur kebudayaan itu di landaskan oleh pendidikan
melalui proses pendidikan dalam institusi pendidikan. Di negara kita, proses
pendidikan pembudayaan itu diselenggarakan dalam pembentukan pendidikan formal
yang disebut sekolah, dan melalui pendidikan non formal yang berlangsung di
luar sekolah.[6][6]
C. MASYARAKAT
DAN PENDIDIKAN
Pada dasarnya setiap sekolah
mendidik anak agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, Namun pendidikan di
sekolah sering kurang relevan dengan kehidupan masyarakat. Kurikulum kebanyakan
berpusat pada mata pelajaran yang tersusun logis sistematis yang tidak nyata
hubunganya dengan kehidupan sehari-hari. Apa yang di pelajari tampaknya hanya
perlu untuk kepentingan sekolah untuk tujuan dan bukan untuk membantu anak agar
lebih efektif dalam masyarakatnya.
Sebagai reaksi atas kurikulum
yang”child-centered” timbul kurikulum yang memberi tekanan pada masyarakat.
Kurikulum”society-centered” yang berorientasi sosial ini memusatkan pelajaran
pada masalah dan proses kehidupan sosial, serta menggunakan masyarakat sebagai
sumber penting dalam pelajaran. Maka terdapat tiga kurikulum yakni kurikulum
yang berpusat pada mata pelajaran atau disiplin ilmu(subject-centered curriculum), yang berpusat pada anak (child-centered curriculum) dan pada
masyarakat (comunity-centered,
society-centered, atau life-centered curriculum).[7][7]
D. SEKOLAH
DAN MASYARAKAT
Sekolah
yang berorientasi penuh kepada kehidupan masyarakat disebut community school
atau “sekolah masyarakat”, sekolah ini berorientasi pada masalah-masalah
kehidupan masyarakat seperti masalah usaha manusia melestarikan alam,
memanfaatkan sumber-sumber alam dan
manusia, masalah kesehatan, kewarganegaraan, penggunaan waktu senggang,
kominikasi, transport, dan sebagainya. Dalam kurikulum ini anak di didik agar
turut ikut serta dalam kegiatan masyarakat. Pelajaran mengutamakan
kerja-kelompok. Apa yang akan di kerjakan di dasarkan atas perencanaan bersama.
Dengan sendirinya kurikulum itu fleksibel, berbeda dari sekolah ke sekolah,
dari tahun ke tahun dan tidak dapat di tentukan secara menyeluruh.
Dalam
melaksanakan program sekolah, masyarakat di turut-sertakan. Tokoh-tokoh dari
setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari dunia perusahaan, pemerintahan,
agama, politik. Diminta untuk bekerja sama dengan sekolah dalam proyek
perbaikan masyarakat. Untuk itu di perlukan masyarakat yang merasa turut bertanggung
jawab atas kesejahteraan masyarakat dan atas pendidikan anak. Sekolah dan
masyarakat dalam hal ini bekerja sama dalam suatu aksi sosial.
Banyak
kesulitan yang di hadapi bila kita ingin menjalankan sekolah serupa itu.
Meminta waktu dan tenaga tokoh-tokoh masyarakat dalam suatu proyek pelajaran
sekolah akan banyak menemui rintangan.demikian pula bila ingin mengunjungi
bebagai kantor, pabrik, perusahaan. Sekarang mungki jarang terdapat orang yang
berpegang sepenuhnya pada prinsip-prinsip
community school. Akan tetapi walaupun kurikulum bersifat subject-centered,
perlu juga berorientasi pada anak dan masyarakat.(Nasution,2011:148-150)
Hingga
kini boleh dikatakan, hubungan anatara sekolah kita dan masyarakat masih sangat minim oleh sebab
pendidikan sekolah di pandang terutama sebagai persiapan untuk kelanjutan
pelajaran kurikulum sekolah kita bersifat akademis dan dapat di jalankan
berdasarkan buku pelajaranaa tanpa menggunakan sumber-sumber masyarakat.
Setelah
kiita merdeka sekolah di banjiri oleh anak-anak dari segala lapisan, mula-mula
SD (Sekolah Dasar) kemudian meluap ke SM (Sekolah Menengah) baik seperti
Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kini
menggedor ke Universitas. Walaupun murid-murid beraspirasi masuk ke perguruan
tinggi, namun dalam kenyataan hanay sebagian saja yang berhasil mewujudkan
cita-cita itu. Sebagian besar dari anak-anak yang memasuki SD berhenti sekolah
di tengah jalan dan harus memasuki lapangan kerja. Maka kurikulum yang akademis
sebagai persiapan untuk perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan banyak
siswa. Itu sebabnya timbul usaha untuk menyesuaikan kurikulum dengan kehidupan
dalam masyarakat. Kurikulum dituntut agar relevan dengan kehidupan dalam
masyarakat. Anak-anak perlu dipersiapkan agar hidup efektif dalam masyarakat.
Walaupun sekolah kebanyakan mempertahankan kurikulum subject-centered
kemungkinan mengadakan hubungan dengan masyarakat sangat banyak.[8][8]
Menurut
Sanapiah Faisal dan Nur Yasik, bahwa hubungan antara sekolah dengan masyarakat
selama ini telah banyak menjadi fokus perhatian ahli sosiolog, ialah analisis
mengenai pola interaksi antara sekolah dengan kelompok-kelompok sosial lain di
masyarakat. Di bawah ini merupakan tiga permasalahan yang menjadi fokus
perhatian ahli sosiolog, yaitu:
a.
Analisis terhadap struktur kekuasaan
di masyarakat beserta imbasnya terhadap persekolahan
b. Analisis terhadap hubungan antara
sistem sekolah dengan sisitem-sistem sosial lainnya di masyarakat
c.
Struktur masyarakat beserta pengaruhnya
terhadap organisasi sekolah.[9][9]
E. MASYARAKAT
SEBAGAI SUMBER PENDIDIKAN
Usaha
penting yang dapat dilakukan sekolah ialah menghubungkannya dengan masyarakat
dan menjadikan masyarakat itu sebagai sumber pelajaran. Bila kita telaah
lingkungan sekolah dalam jarak 1 Km akan kita temukan banyak hal yang dapat
dikaitkan dengan pelajaran, bahkan dijadikan masalah pokok pelajaran seperti
pemukiman. Dalam masyarakat terdapat orang yang berasal dari berbagai daerah
atau negara, orang yang melakukan berbagai macam pekerjaan.
Untuk
memperluas hubungan antara sekolah dan masyarakat, gedung sekolah dapat
digunakan oleh masyarakat misalnya untuk pendidikan orang dewasa, pemberantasan
buta huruf.
Sekolah
yang banyak menggunakan masyarakat sebagai sumber pelajaran memberi kesempatan
yang luas untuk mengenal kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Anak-anak
melihat hubungan pelajaran sekolah dengan kehidupan masyarakat sehingga dapat
memahami keadaan masyarakat sekitarnya. Diharapkan agar anak itu lebih sanggup
menyesuaikan diri dengan masyarakatnya, lebih mengenal lingkungan sosialnya,
dapat berhubungan dengan orang dari berbagai golongan agama atau suku bangsa.
Apa yang dipelajari hendaknya berguna bagi kehidupan anak dalam masyarakat dan
didasarkan atas masalah masyarakat. Dengan demikian, anak lebih serasi
dipersiapkan sebagai warga-masyarakat.[10][10]
F. LINGKUNGAN
DAN PENDIDIKAN
Lingkungan
sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di
situlah anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan
sekolah. Tingkah laku anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku
dalam lingkungan tersebut.
Di
lingkungan anak berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola
tingkah laku yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya di rumah yang
digunakan dalam lingkungan ini, serta perlu ada perubahan dan penyesuaian.
Dengan mengalami konflik disana-sini anak tersebut lama kelamaan mengenal kode
kelakuan lingkungan dan turut memelihara dan mempertahankannya. Dengan
demikian, sosialisasi anak di perluas.
Dalam
lingkungan anak dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi juga
mempelajari kelakuan yang buruk bergantung pada sifat kelomponya. Anak-anak
mudah mempelajari kata-kata kotor dan kasar dari teman-temanya yang sering
mengjutkan hati seorang ibu bila diucapkan dirumah. Lingkungan anak-anak nakal
akan menghasilkan anak-anak nakal pula. Kelakuan sosial anak serta norma-norma
lingkungan tempat anak bermain dan bergaul tercermin pada kelakuan anak-anak tersebut.
Dalam hal ini, orang tua dan para pendidik harus mengusahakan lingkungan yang
sehat diluar rumah dan melibatkan kerjasama dan bantuan seluruh masyarakat.[11][11]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peran dan
kepribadian guru, keluarga, sekolah dan masyarakat sangat berpengaruh penting
terhadap proses pendidikan. Hal ini bisa kita telaah dalam kehidupan
sehari-hari, dimana dalam perkembangan pendidikan diperoleh dari apa yang
dibutuhkan dan yang terjadi di masyarakat saat ini. Dalam dunia pendidikan terdapat
kurikulum, dimana kurikulum ini dibuat oleh pihak sekolah yang harus di capai
murid demi kelangsungan hidupnya di keluarga maupun di masyarakat menjadi agen
perubahan yang lebih baik.
Peran dan
kepribadian guru merupakan salah satu ujung tombak tujuan pendidikan berhasil
dengan baik atau tidaknya. Hal ini disebabkan oleh perilaku siswa yang biasa
mencontoh dari kebiasaan tingkah laku gurunya. Dalam hal ini peran guru harus
berkepribadian sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu berkepribadian pancasila.
[1][1] Mahmud. 2012. Sosiologi Pendidikan.
Bandung: Pustaka Setia. Hal: 144.
[2][2] Ibid hal: 145.
[3][3] Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan
Cet. 6. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 92.
[4][4] Muhammad Ali. 2002. Guru dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hal: 201-204.
[5][5] M. Arifin Noor. Ilmu Sosial Dasar Cet
2. 1999. Hal: 80-82. Bandung: Pustaka Setia
[6][6] Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum Cet. 2. Bandung: Rosda Karya. Hal: 87-88.
[7][7] Nasution. Sosiologi Pendidikan Cet 6.
2011. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 148.
[8][8] Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan
Cet. 6. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 153.
[9][9] Sanapiah Faisal danNur Yasik. 1986.
Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Hal: 62.
[10][10] Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan
Cet 6. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 154.
[11][11] Ibid. Hal: 155.