Minggu, 02 November 2014

Peran dan Kepribadian Guru, Keluarga, Sekolah dan Masyarakat




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sosiologi Pendidikan adalah merupakan kajian sosiologi yang menekankan implikasi dan akibat sosial dari pendidikan dan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas. Lingkup sosial kebuadayaan, politik, dan ekonomisnya bagi masayarakat. Apabila psikologi pendidikan memandang psikologi pendidikan memandang dari konteks perilaku dan perekembangan pribadi., sosiologi pendidikan memeandang gejala pendidikan sebagai bagian dari struktur sosial mastayarakat. Dilihat dari objek pendidikannnya , sosioogi pendidikan merupakan bagian dari ilmu sosial, terutama sosiologi dan ilmu pendidikan yang secara umum juga merupakan bagian dari kelompok ilmu sosial.
Dari definisi di atas, penulis menyajikan makalah yang berjudul Peran dan Kepribadian Guru, Keluarga, Sekolah,dan Masyarakat. Beriisikan tugas dan peran guru dalam proses belajar mengajar di sekolah, keluarga dan pendidikan,masyarakat dan pendidikan, sekolah dan masyarakat, masyarakat sebagai sumber pendidikan serta linkungan dan pendidikan.


BAB II
PERAN DAN KEPRIBADIAN GURU, KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT
A.    TUGAS DAN PERANAN GURU DALAM PROSES (BELAJAR-MENGAJAR) DI SEKOLAH
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukanya, dia menjalankan suatu peranan. Pembeda antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu bergantung yang lain, dan sebaliknya. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan dapat menyesuaikan prilaku sendiri dengan prilaku orang-orang sekelompoknya. Hubungan seseorang yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antar peranan individudalam masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki apabila berjalan dengan seorang wanita, harus disebelah luar.[1][1]
Peranan mungkin mencakup tiga hal berikut:
1.      Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
2.      Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu masyarakat sebagai organisasi.
3.      Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.[2][2]
Peranan guru disekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik serta sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Guru sebagai Pembina dan pendidik generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah.
Penyimpangan daari tingkahlaku yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi, namun jikalau guru melakukannya maka penyimpangan ini dianggap sebagai permasalahan yang sangat serius. Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak anak-anak muridnya yang dipercayakan kepadanya. Orang yang kurang bermoral dianggap tidak akan mungkin menghasilkan anak didik yang mempunyai etika tinggi.
Sebaliknya, harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru-guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi social di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi apabila guru menginternalisasi norma-norma yang umum bagi semua guru di suatu Negara, ada pula yang ditentukan oleh norma-norma yang khas yang berlaku di daerah tertentu menurut adat-istiadat yang terdapat di lingkungan tersebut.[3][3]
Tugas dan peranan guru sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangat kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas. Guru juga bertugas sebagai administator, evaluator, konselor, dan lain-lain sesuai dengan sepuluh kompetensi(kemampuan) yang di milkinya. Menurut James B. Brow seperti yang di kutip oleh Sardiman A.M. (1990:142), mengemukakan bahwa tugas dan peran guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan memepersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis dan tugas administrasi. Tugas paedagogis adalah tugas membantu, membimbing dan memimpin.(Moh. Rifai, 1989:135) mengatakan bahwa:
Di dalam situasi pengajaran, gurulah yang memimpin dan bertanggung jawab penuh atas kepemimpinan yang di lakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-instruksi dan tidak berdiri di bawah intsruksi manusia lain kecuali dirinya sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.
Jadi setelah masuk kelas tugas guru adalah sebagai pemimpin dan bukan semata-mata mengontrol atau mengkritik.
Untuk dapat mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus memiliki kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang meliputi:
1.      Menguasai bahan,meliputi:
2.      Mengelola program belajar mengajar, meliputi
3.      Mengelola kelas, meliputi;
4.      Penggunaan media, meliputi:
5.      Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6.      Mengelola interaksi-interaksi belajar mengajar.
7.      Menilai prestasi siswa untuk kepentingan perjalanan.
8.      Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhandi sekolah, meliputi:
9.      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10.   Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.(Depdikbud, 1984/1985: 25-26).
Sepuluh kompetensi tersebut secara operasional akan mencerminkan fungsi dan peranan guru dalam mengajar anak  didik. Melalui pengembangan kompetensi profesi, di usahakan agar penguasaan akademis dapat terpadu secara serasi dengan kemampuan mengajar. Hal ini perlu karena seorang guru di harapkan mampu mengambil keputusan secara profesional dalam melaksanakan tugasnya yaitu keputusan yang mengandung wibawa akademis dan praktis secara kependidikan.
Selain kompetensi profesional, seorang guru juga di tuntut memiliki dua kompetensi lain yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi kemasyarakatan (sosial). (Dirto H. Dkk, 1983:21) sikap pribadi yang di jiwai oleh filsafat pancasila, yang akan mengagungkan budaya bangsanya, yang rela berkorban bagi klestarian bangsa dan negaranya termasuk dalam kompetensi pribadi. Sedangkan kompetensi kemasyarakatan adalah kemampuan guru dalam membina dan mengembangkan interaksi sosial baik sebagai tenaga profesional maupun sebagai warga masyarakat(Sutan Zanbi Arbi, 1992/19993:133).
Mengenai tugas guru dalam pengelolaan pengajaran dalam buku petunjuk pelaksanaan proses belajar mengajar kurikulum 1984 pendidikan kejuruan di sebutkan sebagai berikut:
1)      Membuat program pengajaran.
2)      Mengorganisasi kelas dan siswa.
3)      Menggunakan sarana dan lingkungan sebagai sumber belajar
Sementara itu Tim Proyek Peningkatan dan Pengembangan Guru, seperti dikutip Hadari Nawawi, merumuskan tugas guru dalam pengelolaan pengajaran sebagi berikut:
1)      Merumuskan tujuan instruksional.
2)      Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar.
3)      Mampu memilih, menyusun dan menggunakan prosedur instruksionalyang relevan dengan materi dan murid.
4)      Mampu melaksanakan program belajar mengajar yang dinamis.
5)      Mengenal dan memahami kemampuan anak didik.
6)      Mampu merencanakan dan melaksanakan program remedial (Hadari Nawawi,1982:124)
Ahli lain yang mengemukaakan pendapat tentang tugas mengajar guru adalah Ad. Rovijakers (1989:9) yang dikutip oleh Muhammad Ali, yang mengemukakan bahwa tugas guru dalam mengajar meliputi: mengurutkan bahan, memilih masalah pokok dan tambahan, memilih alat peraga, cara menyajikan bahan dan mengukur kemampuan murid menerima bahan.[4][4]

B.     KELUARGA DAN PENDIDIKAN
Keluarga adalah unit atau satuan masyarakat yang terkecil sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Keluarga ini, dalam hubunganya dengan pendidikan sering dikenal dengan sebutan primary group. Keluarga inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadian dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Banyak hal-hal mengenai kepribadian yang dapat ditelusuri dari keluarga, yang pada saat sekarang ini sering dilupakan masyarakat. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu sering kali dilepaskan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah sosial, karena kehilangan norma dan nilai. Keluarga sudah sering kali terlihat kehilangan perananya. Oleh kareana itu, apabila bijaksana dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dalam proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Biasanya keluarga terdiri dari suami, istri dan anak-anaknya.
Anak-anak inilah yang nantinya berkembang dan mulai bisa melihat dan mengenal arti diri sendiri dan kemudian belajar melalui pengenalan itu. Individu-individu tersebut adalah keluarganya yang memelihara cara pandang dan cara menghadapi masalah-masalahnya, membinanya dengan cara menelusuri dan meramalkan hari esoknya, mempersiapkan pendidikan, ketrampilan, dan budi pekertinya.
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat.
a.       Keluarga hendaknya selalu menjaga dan memperhatikan cara pandang individu terhadap kebutuhan-kebutuhan pokoknya, baik itu yang bersifat organik maupun yang bersifat psikologis.
b.      Mempersiapkan segala sesuatu yang ada hubungannya langsung maupun tidak langsung dengan pendidikannya. Artinya, keluargalah yang mempunyai tanggung jawab moral pada usaha mengupayakan pendidikan dan menjadikan individu menjadi orang yang terdidik.
c.       Membina individu dengan cara mengemati garis kecenderungan individu.
d.      Keluarga adalah model dalam masyarakat yang menjadi acuan yang baik untuk ditiru yang juga menjadi kebanggaan masyarakat setempat.[5][5]
Sedangkan Menurut Oemar Hamalik, Keluarga merupakan suatu institusi kebudayaan yang bersifat universal dan telah ada sejak masa lampau. Sebuah keluarga terbentuk berdasarkan hubungan keturunan, hubungan darah, atau melalui proses perkawinan.
Di Indonesia, sampai sekarang keluarga masih dianggap sebagai institusi sosial yang memegang peran dominan dalam masyarakat. Meskipun demikian, berat kemajuan pendidikan dan pengaruh teknologi, terutama dikota-kota besar maka telah muncul gejala perubahan fungsi keluarga.
Keluarga, pada hakikatnya merupakan suatu lembaga sosial yang timbul sebagai manifestasi kebudayaan. Pola-pola kebudayaan kita memanifestasikan bentuk keluarga yang sesuai dengan adat istiadat, nilai-nilai, cara berpikir, sikap dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat kita sendiri. Oleh karena itu, tidaklah heran jika di berbagai daerah di Indonesia terdapat bermacam-macam karakteristik keluarga.
Ciri khas manusia adalah kemampuannya dalam mendidik dan di didik melalui aktivitas pendidikan. Dalam masyarakat, unsur pendidikan dan kebudayaaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Pendidikan adalah aktivitas dari kebudayaan dan merupakan aktivitas pembudaya, di sisi lain kebudayaan menjelmakan aktivitas, sistem dan struktur pendidikan. Oleh karena itu, baik masyarakat tradisional maupun modern selalu mengandung unsur pendidikan yang berusaha memperkenalkan dan membawa masyarakat ke arah kebudayaannya. Pendidikan menjadi suatu instrumen untuk mentransmisikan kebudayaan kepada masyarakat dan generasi baru. Selain itu, pendidikan juga bersifat mengawetkan kebudayaan, sehingga dapat membuat anak-anak menjadi manusia yang berbudaya.
Itu sebabnya, hasil pendidikan merupakan pola-pola kelakuan masyarakat yang menggambarkan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Di balik itu, sistem pendidikan harus di dasarkan atas kebudayaan masyarakat. Pengalihan pola tingkah laku yang mengandung unsur kebudayaan itu di landaskan oleh pendidikan melalui proses pendidikan dalam institusi pendidikan. Di negara kita, proses pendidikan pembudayaan itu diselenggarakan dalam pembentukan pendidikan formal yang disebut sekolah, dan melalui pendidikan non formal yang berlangsung di luar sekolah.[6][6]

C.    MASYARAKAT DAN PENDIDIKAN
Pada dasarnya setiap sekolah mendidik anak agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, Namun pendidikan di sekolah sering kurang relevan dengan kehidupan masyarakat. Kurikulum kebanyakan berpusat pada mata pelajaran yang tersusun logis sistematis yang tidak nyata hubunganya dengan kehidupan sehari-hari. Apa yang di pelajari tampaknya hanya perlu untuk kepentingan sekolah untuk tujuan dan bukan untuk membantu anak agar lebih efektif dalam masyarakatnya.
Sebagai reaksi atas kurikulum yang”child-centered” timbul kurikulum yang memberi tekanan pada masyarakat. Kurikulum”society-centered” yang berorientasi sosial ini memusatkan pelajaran pada masalah dan proses kehidupan sosial, serta menggunakan masyarakat sebagai sumber penting dalam pelajaran. Maka terdapat tiga kurikulum yakni kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran atau disiplin ilmu(subject-centered curriculum), yang berpusat pada anak (child-centered curriculum) dan pada masyarakat (comunity-centered, society-centered, atau life-centered curriculum).[7][7]


D.    SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Sekolah yang berorientasi penuh kepada kehidupan masyarakat disebut community school atau “sekolah masyarakat”, sekolah ini berorientasi pada masalah-masalah kehidupan masyarakat seperti masalah usaha manusia melestarikan alam, memanfaatkan sumber-sumber  alam dan manusia, masalah kesehatan, kewarganegaraan, penggunaan waktu senggang, kominikasi, transport, dan sebagainya. Dalam kurikulum ini anak di didik agar turut ikut serta dalam kegiatan masyarakat. Pelajaran mengutamakan kerja-kelompok. Apa yang akan di kerjakan di dasarkan atas perencanaan bersama. Dengan sendirinya kurikulum itu fleksibel, berbeda dari sekolah ke sekolah, dari tahun ke tahun dan tidak dapat di tentukan secara menyeluruh.
Dalam melaksanakan program sekolah, masyarakat di turut-sertakan. Tokoh-tokoh dari setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari dunia perusahaan, pemerintahan, agama, politik. Diminta untuk bekerja sama dengan sekolah dalam proyek perbaikan masyarakat. Untuk itu di perlukan masyarakat yang merasa turut bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan atas pendidikan anak. Sekolah dan masyarakat dalam hal ini bekerja sama dalam suatu aksi sosial.
Banyak kesulitan yang di hadapi bila kita ingin menjalankan sekolah serupa itu. Meminta waktu dan tenaga tokoh-tokoh masyarakat dalam suatu proyek pelajaran sekolah akan banyak menemui rintangan.demikian pula bila ingin mengunjungi bebagai kantor, pabrik, perusahaan. Sekarang mungki jarang terdapat orang yang berpegang sepenuhnya pada prinsip-prinsip community school. Akan tetapi walaupun kurikulum bersifat subject-centered, perlu juga berorientasi pada anak dan masyarakat.(Nasution,2011:148-150)
Hingga kini boleh dikatakan, hubungan anatara sekolah kita dan  masyarakat masih sangat minim oleh sebab pendidikan sekolah di pandang terutama sebagai persiapan untuk kelanjutan pelajaran kurikulum sekolah kita bersifat akademis dan dapat di jalankan berdasarkan buku pelajaranaa tanpa menggunakan sumber-sumber masyarakat.
Setelah kiita merdeka sekolah di banjiri oleh anak-anak dari segala lapisan, mula-mula SD (Sekolah Dasar) kemudian meluap ke SM (Sekolah Menengah) baik seperti Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kini menggedor ke Universitas. Walaupun murid-murid beraspirasi masuk ke perguruan tinggi, namun dalam kenyataan hanay sebagian saja yang berhasil mewujudkan cita-cita itu. Sebagian besar dari anak-anak yang memasuki SD berhenti sekolah di tengah jalan dan harus memasuki lapangan kerja. Maka kurikulum yang akademis sebagai persiapan untuk perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan banyak siswa. Itu sebabnya timbul usaha untuk menyesuaikan kurikulum dengan kehidupan dalam masyarakat. Kurikulum dituntut agar relevan dengan kehidupan dalam masyarakat. Anak-anak perlu dipersiapkan agar hidup efektif dalam masyarakat. Walaupun sekolah kebanyakan mempertahankan kurikulum subject-centered kemungkinan mengadakan hubungan dengan masyarakat sangat banyak.[8][8]
Menurut Sanapiah Faisal dan Nur Yasik, bahwa hubungan antara sekolah dengan masyarakat selama ini telah banyak menjadi fokus perhatian ahli sosiolog, ialah analisis mengenai pola interaksi antara sekolah dengan kelompok-kelompok sosial lain di masyarakat. Di bawah ini merupakan tiga permasalahan yang menjadi fokus perhatian ahli sosiolog, yaitu:
a.       Analisis terhadap struktur kekuasaan di masyarakat beserta imbasnya terhadap persekolahan
b.      Analisis terhadap hubungan antara sistem sekolah dengan sisitem-sistem sosial lainnya di masyarakat
c.       Struktur masyarakat beserta pengaruhnya terhadap organisasi sekolah.[9][9]

E.     MASYARAKAT SEBAGAI SUMBER PENDIDIKAN
Usaha penting yang dapat dilakukan sekolah ialah menghubungkannya dengan masyarakat dan menjadikan masyarakat itu sebagai sumber pelajaran. Bila kita telaah lingkungan sekolah dalam jarak 1 Km akan kita temukan banyak hal yang dapat dikaitkan dengan pelajaran, bahkan dijadikan masalah pokok pelajaran seperti pemukiman. Dalam masyarakat terdapat orang yang berasal dari berbagai daerah atau negara, orang yang melakukan berbagai macam pekerjaan.
Untuk memperluas hubungan antara sekolah dan masyarakat, gedung sekolah dapat digunakan oleh masyarakat misalnya untuk pendidikan orang dewasa, pemberantasan buta huruf.
Sekolah yang banyak menggunakan masyarakat sebagai sumber pelajaran memberi kesempatan yang luas untuk mengenal kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Anak-anak melihat hubungan pelajaran sekolah dengan kehidupan masyarakat sehingga dapat memahami keadaan masyarakat sekitarnya. Diharapkan agar anak itu lebih sanggup menyesuaikan diri dengan masyarakatnya, lebih mengenal lingkungan sosialnya, dapat berhubungan dengan orang dari berbagai golongan agama atau suku bangsa. Apa yang dipelajari hendaknya berguna bagi kehidupan anak dalam masyarakat dan didasarkan atas masalah masyarakat. Dengan demikian, anak lebih serasi dipersiapkan sebagai warga-masyarakat.[10][10]

F.     LINGKUNGAN DAN PENDIDIKAN
Lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di situlah anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan sekolah. Tingkah laku anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan tersebut.
Di lingkungan anak berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola tingkah laku yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya di rumah yang digunakan dalam lingkungan ini, serta perlu ada perubahan dan penyesuaian. Dengan mengalami konflik disana-sini anak tersebut lama kelamaan mengenal kode kelakuan lingkungan dan turut memelihara dan mempertahankannya. Dengan demikian, sosialisasi anak di perluas.
Dalam lingkungan anak dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi juga mempelajari kelakuan yang buruk bergantung pada sifat kelomponya. Anak-anak mudah mempelajari kata-kata kotor dan kasar dari teman-temanya yang sering mengjutkan hati seorang ibu bila diucapkan dirumah. Lingkungan anak-anak nakal akan menghasilkan anak-anak nakal pula. Kelakuan sosial anak serta norma-norma lingkungan tempat anak bermain dan bergaul tercermin pada kelakuan anak-anak tersebut. Dalam hal ini, orang tua dan para pendidik harus mengusahakan lingkungan yang sehat diluar rumah dan melibatkan kerjasama dan bantuan seluruh masyarakat.[11][11]


 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peran dan kepribadian guru, keluarga, sekolah dan masyarakat sangat berpengaruh penting terhadap proses pendidikan. Hal ini bisa kita telaah dalam kehidupan sehari-hari, dimana dalam perkembangan pendidikan diperoleh dari apa yang dibutuhkan dan yang terjadi di masyarakat saat ini. Dalam dunia pendidikan terdapat kurikulum, dimana kurikulum ini dibuat oleh pihak sekolah yang harus di capai murid demi kelangsungan hidupnya di keluarga maupun di masyarakat menjadi agen perubahan yang lebih baik.
Peran dan kepribadian guru merupakan salah satu ujung tombak tujuan pendidikan berhasil dengan baik atau tidaknya. Hal ini disebabkan oleh perilaku siswa yang biasa mencontoh dari kebiasaan tingkah laku gurunya. Dalam hal ini peran guru harus berkepribadian sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu berkepribadian pancasila.



[1][1] Mahmud. 2012. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hal: 144.
[2][2] Ibid hal: 145.
[3][3] Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan Cet. 6. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 92.
[4][4] Muhammad Ali. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hal: 201-204.
[5][5] M. Arifin Noor. Ilmu Sosial Dasar Cet 2. 1999. Hal: 80-82. Bandung: Pustaka Setia
[6][6] Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Cet. 2. Bandung: Rosda Karya. Hal: 87-88.
[7][7] Nasution. Sosiologi Pendidikan Cet 6. 2011. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 148.
[8][8] Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan Cet. 6. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 153.
[9][9] Sanapiah Faisal danNur Yasik. 1986. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Hal: 62.
[10][10] Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan Cet 6. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 154.
[11][11] Ibid. Hal: 155.